Proses Berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia dan Masuknya Jepang ke Indonesia

Proses Berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia dan Masuknya Jepang ke Indonesia

Pada tanggal 7 Desember 1941, angkatan udara Jepang dipimpin Laksamana Nagano melancarkan serangan mendadak ke pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii. Serangan itu melumpuhkan kekuatan angkatan laut Amerika Serikat di Timur Jauh. Kemudian Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang. Belanda pun sebagai salah satu sekutu Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang, pernyataan perang itu disampaikan Gubernur Jendral Hindia-Belanda Jendral Tjarda van Stankenborgh Stachouwer melalui radio pada tanggal 18 Desember 1941 pukul 06.30. Jepang merespon pernyataan perang itu dengan menyatakan perang terhadap pemerintah Hindia-Belanda tanggal 1 Januari 1942.
Setelah armada sekutu dihancurkan dalam pertempuran di Laut Jawa, maka dengan mudah pasukan Jepang mendarat di beberapa tempat di pantai utara Pulau Jawa. Pemerintah kolonial Hindia-Belanda memusatkan pertahanannya di sekitar pegunungan Bandung. Saat itu kekuatan militer Hindia-Belanda di Jawa  berjumlah empat divisi (kurang lebih 40.000 prajurit) termasuk pasukan Inggris, Amerika Serikat, dan Australia. Pasukan itu di bawah komando pasukan sekutu yang markas besarnya di Lembang, panglimanya Letnan Jendral H. Ter Poorten dari tentara Hindia-Belanda (KNIL). Selanjutnya kedudukan pemerintah kolonial Hindia-Belanda dipindahkan dari Batavia (Jakarta) ke kota Bandung.
Berdasarkan catatan yang didapat dari Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara, pada tanggal 28 Februari 1942 malam pasukan Jepang dipimpin Kolonel Shoji beserta divisi udara ke – 3 pimpinan Letnan Jendral Sugawara Michio berhasil mendarat di pantai Eretan Wetan Indramayu (Pantai Utara Jawa Barat). Detasemen Shoji berkekuatan sekitar 3.000-5.000 prajurit yang khusus ditugaskan untuk merebut kota Bandung, terdiri dari dua batalyon infantri masing-masing dipimpin Mayor Wakamatsu dan Mayor Egashira, dilengkapi sepeda-sepeda dan kereta-kereta tempur (panser) ini menyerbu pelabuhan udara Kalijati terlebih dulu. Satu batalyon bergerak ke arah selatan melalui Anjatan, satu batalyon ke arah barat melalui Pamanukan, dan sebagian pasukan melalui sungai Cipunagara. Batalyon Wakamatsu merebut lapangan terbang Kalijati tanpa perlawanan berarti dari angkatan udara Inggris yang berjaga di sana.Gerakan bala tentara pimpinan Shoji sangat cepat, tiba-tiba dalam waktu relatif singkat mereka bermunculan di setiap sudut, terutama di sekitar pelabuhan udara Kalijati. Kehadiran mereka membuat rakyat Subang dan sekitarnya sangat terkejut. Jum’at 1 Maret 1942, terjadi pertempuran. Meski telah berusaha mempertahankan pelabuhan udara Kalijati, tentara Belanda kelabakan, karena musuh datang tiba-tiba dan serentak. Serangan Jepang makin hebat setelah didukung bantuan kekuatan angkatan udaranya, membom kawasan itu.
Setelah melalui pertempuran sengit beberapa hari, dalam waktu relatif singkat pelabuhan udara Kalijati dikuasai tentara Jepang. Ini merupakan pukulan berat bagi Belanda, mereka berusaha merebutnya kembali dengan mengerahkan pasukan melalui Purwakarta dan Subang, namun sia-sia, pertempuran meminta banyak korban dari kedua kubu. Setelah menguasai pelabuhan udara Kalijati dan kota Subang, Shoji menempatkan markasnya di pusat perkebunan Pamanukan, Ciasem. Dari sana mereka mulai bergerak menuju Bandung. Pada tanggal 5 Maret 1942, seluruh detasemen tentara Jepang yang ada di Kalijati disiapkan untuk menggempur pertahanan Belanda di Ciater dan selanjutnya menyerbu Bandung. Akibat serbuan itu, tentara Belanda mundur dari Ciater ke Lembang yang dijadikan benteng terakhir pertahanan tentara Belanda. Meriam-meriam yang digunakan tentara Belanda untuk menghadang pasukan Jepang di sepanjang jalan raya Subang-Bandung tidak efektif. Di luar dugaan, tentara Jepang datang lewat perkebunan teh dan menyerang lebih dulu. Kemudian menghujani Ciater dengan bom sebagai pembuka jalan. Situasi itu membuat pasukan Belanda kocar-kacir, dan Jepang berhasil menghancurkan kubu pertahanan Belanda di Ciater sekaligus menguasainya.
Pada tanggal 6 Maret 1942, panglima angkatan darat Belanda Letnan Jendral Ter Poorten memerintahkan komandan pertahanan Bandung Mayor Jendral J. J. Pesman agar tidak mengadakan pertempuran di Bandung dan menyarankan untuk berunding mengenai penyerahan pasukan yang berada di garis utara-selatan yang melalui Purwakarta dan Sumedang. Menurut Jendral Ter Poorten, Bandung saat itu padat oleh penduduk sipil, wanita, dan anak-anak, dan apabila terjadi pertempuran maka banyak dari mereka yang akan jadi korban.
Melihat perkembangan kondisi di lapangan, Jendral Ter Poorten yang memimpin angkatan perang Hindia-Belanda dihadapkan pada situasi gawat.

Akhirnya tanggal 7 Maret 1942 sore hari, Lembang pun jatuh ke tangan tentara Jepang. Di Bandung, Ter Poorten dan Gubernur Tjarda sepakat mengutus Mayor Jendral Pesman, menghubungi komandan tentara Jepang untuk berunding. Namun utusan Belanda itu ditolak Panglima Imamura, dia hanya mau bicara dengan panglima tentara atau gubernur jendral saja. Kolonel Shoji meminta perundingan dilakukan di Gedung Isola (sekarang Gedung Rektorat Universitas Pendidikan Indonesia Bandung). Sementara, Jendral Imamura yang telah dihubungi Kolonel Shoji segera memerintahkan kepada bawahannya itu agar mengontak Gubernur Jendral Tjarda van Stankenborgh Stachouwer untuk berunding di Subang pada tanggal 8 Maret 1942 pagi. Tetapi, Letnan Jendral Ter Poorten meminta Gubernur Jendral agar menolak usulan itu.Jendral  Imamura mengeluarkan peringatan bahwa “bila pada tanggal 8 Maret 1942 pukul 10.00 pagi para pembesar Belanda belum juga berangkat ke Kalijati maka Bandung akan dibom sampai hancur.” Sebagai bukti bahwa ancaman itu bukan sekadar gertakan, di atas kota Bandung tampak pesawat-pesawat pembom Jepang dalam jumlah besar siap melaksanakan tugasnya.
Melihat kenyataan itu, Letnan Jendral Ter Poorten dan Gubernur Jendral Tjarda beserta para pembesar tentara Belanda lainnya berangkat ke Kalijati sesuai dengan tanggal dan waktu yang telah ditentukan. Perundingan Jepang – Belanda yang rencananya dilangsungkan di Jalan Cagak – Subang akhirnya dilaksanakan di rumah dinas seorang perwira staf sekolah penerbang Hindia – Belanda di pelabuhan udara Kalijati.
Di awal perundingan, Jendral Ter Poorten selaku panglima angkatan darat Belanda hanya bersedia menyampaikan kapitulasi Bandung. Namun Jendral Imamura yang mewakili Jepang dengan tegas menolak usulan itu, karena menginginkan kapitulasi untuk seluruh wilayah Hindia-Belanda.
Ketika itu Imamura mengatakan bahwa bila Belanda tidak mau menyerah tanpa syarat dalam perundingan, pertemuan itu tidak ada gunanya. Dia mempersilakan Ter Poorten kembali ke Bandung sambil memberi kesempatan terakhir hanya 10 menit. Jika masih tidak sepakat juga, Imamura dengan tegas menyatakan jalan satu-satunya meneruskan pertempuran sekaligus mengancam, Bandung akan dihujani bom dengan pesawat-pesawat terbang yang telah disiapkan di pelabuhan udara Kalijati-Subang.
Rentang waktu 10 menit itulah yang sangat menentukan antara panglima Imamura dan panglima Ter Poorten terjadi tanya jawab cukup singkat. Dua kalimat singkat terakhir antara keduanya menjadi catatan sejarah.

Imamura: “Apakah tuan bersedia menyerah tanpa syarat?”

Ter Poorten : “Saya menerima untuk seluruh wilayah Hindia-Beanda.”

Jawaban akhir Letnan Jendral Ter Poorten mengahiri kekuasaan Belanda di Indonesia. Dalam waktu singkat, secara resmi Belanda menyerah tanpa syarat dan menandatangani naskah penyerahan kekuasaan Hindia-Belanda kepada Jepang. Malam harinya, NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij/Maskapai Radio Siaran Hindia Belanda) mengakhiri siarannya pada tanggal 8 Maret 1942, “Wij sluit en nu. Vaarwel, tot betere tijden. Leve de Konigin! (Kami akhiri sekarang. Selamat berpisah, sampai waktu yang lebih baik. Hidup Sang Ratu!)”.
Esok harinya, tanggal 9 Maret 1942 pukul 08.00 dalam radio Bandung, terdengar perintah Jendral Ter Poorten kepada seluruh pasukannya untuk menghentikan segala peperangan dan melakukan kapitulasi tanpa syarat. Pemerintah dan tentara kolonial Hindia-Belanda takluk kepada Jepang di pelabuhan udara Kalijati Subang (sekarang Lanud Suryadarma). Rupanya “waktu yang lebih baik” dalam siaran terakhir NIROM itu tidak pernah ada karena sejak 8 Maret 1942 Indonesia diduduki pemerintahan militer Jepang. Pada tanggal 12 Maret 1942  seluruh komandan satuan tentara Inggris dan Australia secara resmi menandatangani penyerahan pasukan kepada Jepang, di hadapan Letnan Jendral Maruyama di Bandung. Berakhirlah kekuasaan Hindia-Belanda di Indonesia. Setelah itu pemerintah militer Jepang menduduki Indonesia.

Proses Berakhirnya Kekuasaan Jepang di Indonesia

Menjelang tahun 1945, posisi jepang dalam perang Pasifik mulai terjepit. Jendral Mac. Arthur, Panglima Komando Pertahanan Pasifik Barat Daya yang terpukul di Filiphina mulai melancarkan pukulan balasan dengan siasat “Loncat Katak nya”. Satu persatu pulau-pulau antara Australia dan jepang dapat direbut kembali. Pada bulan April 1944 sekutu telah mendarat di Irian Barat. Kedudukan Jepang pun semakin terjepit.

Keadaan makin mendesak ketika pada bulan Juli 1944 Pulau Saipan pada gugusan Kepulauan Mariana jatuh ke tangan Sekutu. Bagi Sekutu pulau tersebut sangat penting karena jarak Pulau Saipan-Tokyo dapat dicapai oleh pesawat pengebom B 29 USA. Hal itu menyebabkan keguncangan pada masyarakat Jepang. Situasi Jepang pun semakin buruk.

Hideki Tojo

Akibat faktor-faktor yang tidak menguntungkan tersebut, menyebabkan jatuhnya kabinet Tojo Pada tanggal 17 Juli 1944 dan digantikan oleh Jendral Kuniaki Kaiso. Agar rakyat Indonesia bersedia membantu Jepang dalam perang Pasifik, maka pada tanggal 7 September 1944 perdana Menteri Kaiso memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia di kemudian hari. Janji ini dikenal sebagai janji kemerdekaan Indonesia.

Sebagai realisasi dan janji kemerdekaan yang telah diucapkan oleh Kaiso, maka pemerintah pendudukan  Jepang dibawah pimpinan jendral Kumakichi Harada pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI atau Dokuritsu Junbi Coosakai). Tugas BPUPKI adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang penting yang berhubungan dengan berbagai hal menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka.
BPUPKI memiliki 67 orang anggota bangsa Indonesia ditambah dengan 7 orang dari golongan Jepang. BPUPKI diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat  dan dibantu oleh dua orang ketua muda yaitu R.P.Suroso dan Ichibangse dari Jepang. Anggota BPUPKI dilantik pada tanggal 28 mei 1945 di Gedung Cuo Sangi In di jalan Pejambon Jakarta (Sekarang gedung Departemen Luar Negeri).

Selama masa berdirinya, BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali. Sidang pertama beralngsung antara tanggal 29 Mei – 1 Juni membahas rumusan dasar negara. Sidang kedua berlangsung tanggal 10-16 Juli 1945 membahas batang tubuh UUD negara Indonesia merdeka.

Setelah berhasil menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945 dan sebagai gantinya dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI atau Dokuritsu Junbi Iinkai). PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno.

Hirosima setelah dibom sekutu

Setelah itu keadaan Jepang semakin terjepit dua kota di Jepang dibom atom oleh sekutu. Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom yang dijuluki little boy dijatuhkan di kota Hiroshima dan menewaskan 192.558 orang. Kemudian pada tanggal 9 Agustus 1945 kota  nagasaki dibom oleh sekutu. Akibat kedua kota tersebut dibom, Jepang menjadi tidak berdaya dan pada tanggal 14 Agustus 1945 jepang menyerah tanpa syarat pada sekutu. sehingga di Indonesia terjadi kekosongan pemerintahan. Ini menjadi peluang emas bagi bangsa untuk merdeka. Namun golongan tua ragu-ragu dalam mengambil keputusan tentang rencana proklamasi bagi Indonesia karena mereka ingin menunggu tindakan dari Jepang masalah pelaksanaan proklamasi. Berbeda dengan golongan tua, golongan muda justru menginginkan proklamasi harus diselenggerakan secepatnya dan tak usah menunggu kepastian dari Jepang. Karena perbedaan itulah, golongan muda membawa golongan tua dengan dalih menghindarkan golongan tua dari pemberontakan peta dan heiho. Namun kenyataannya tak ada pemberontakan yang dimaksud. Sebenarnya tujuan mereka adalah mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan Indonesia. Setelah melalui banyak pertimbangan, akhirnya golongan tua pun dipulangkan dan menanggapi positif usulan golongan muda. Dan malam itu pula Ir. Soekarno dan Moh. Hatta dibawa ke rumah  Laksamana Maeda untuk merumuskan teks Proklamasi.

Proses Persiapan Kemerdekaan Indonesia

Pada tahun 1944 Jepang terdesak dalam Perang Asia Pasifik, sehingga untuk menarik simpati rakyat Indonesia agar mau membantu Jepang dalam Perang ini. Maka Perdana Menteri Jepang, Koiso memberikan janji kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Untuk merealisasikan janji tersebut, Maka di bentuklah BPUPKI (Badan Penyrlidik Usaha – Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau dalam bahasa Jepangnya Dokoritzu Djunbi Coosakai.

BPUPKI dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945, Letnan Jendral Kumakici Harada selaku Panglima Perang, mengumumkan pembentukan BPUPKI. Lalu pada tanggal 29 April 1945, BPUPKI resmi dibentuk, sementara anggotanya di lantik pada tanggal 28 Mei 1945, dengan struktur keanggotaan Dr. Radjiman Wedyodiningrat sebagai ketua, Soeroso dan Ichi Bangase sebagai wakil. Jumlah anggota BPUPKI awalnya berjumlah 60 orang, lalu bertambah lagi 6 orang sehingga jumlah keseluruhan anggotanya adalah 66 orang.

Ketua              : Dr.Radjiman Wedyodningrat

Wakil               : ichibangase dan Soeroso

Sekretaris        : A.G Pringgodigdo

Anggota          : 60 orang dan bertambah 6 orang

-Tugas BPUPKI : untuk menyelidiki dan merencanakan pemerintah Indonesia yang akan menerima kemerdekaan dari jepang dan menyusun ramncangan UUD.

BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali.

-Sidang pertama:  (29 Mei 1945-1 Juni 1945 )

Hasil sidang pertama :

  • Konsep dasar Negara atau yang biasa kita sebut sebagai Pancasila.
  • Dalam sidang ini ada 3 tokoh yang menyampaikan konsep dasar Negara (Pancasila), yaitu:
  1. Muhammad Yamin (29 Mei 1945)

Dengan bunyi konsep Dasar Negara :

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
  3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
  4. Kerakyaktan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan.

  1. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
  2. Supomo (31 Mei 1945)

Dengan bunyi konsep Dasar Negara :

  1. Persatuan
  2. Kekeluargaan
  3. Keseimbangan lahir dan bathin
  4. Musyawarah
  5. Keadilan Rakyat
  6. Soekarno (1 Juni 1945)

Dengan bunyi konsep Dasar Negara :

    1. Kebangsaan Indonesia
    2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan
    3. Mufakat atau Demokrasi
    4. Kesejahteraan Sosial
    5. Ketuhanan Yang Maha Esa

Sebelum sidang BPUPKI yang pertama selesai, terjadi masa Reses (istirahat). Pada masa Reses ini terbentuklah Panitaia Sembilan yang bertugas untuk membahas kembali Konsep Dasar Negara yg di rumuskan pada saat sidang Pertama BPUPKI untuk mencapai kesepakatan yang menjadi Dasar Negara bagi Negara Indonesia.

Pada tanggal 22 Juni 1945, panitia Sembilan mengadakan pertemuan di rumah Laksamana Maeda untuk membahas usul – usul mengenai asas dasar yang telah dikemukakan pada saat sidang pertama BPUPKI.

Kesembilan anggota Panitia Sembilan adalah :

  1. Ir. Sukarno (Ketua)
  2. Drs. Moh. Hatta (Wakil)
  3. Mr. A.A Maramis
  4. Abikoesno Tjokrosoejoso
  5. Abdul Kahar Muadzakir
  6. Hadji Agoes Salim
  7. Mr. Achmad Soebardjo
  8. K.H Wachid Hasyim
  9. Mr. Muhammad Yamin

Hasil kerja panitia Sembilan di sebut Jakarta Charter atau Piagam Jakarta, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila. Yaitu :

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk – pemeluknya.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sidang kedua BPUPKI(10 – 17 Juli 1945):

  • Hasil dari sidang kedua ini adalah rancangan UUD 1945.
    Selanjutnya, BPUPKI membentuk Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perang UUD dengan suara bulat menyetujui isi Pembukaan UUD yang diambil dari Piagam Jakarta.
    Paniti Perancang UUD kemudian membentuk panitia kecil yang diketuai oleh  prof. Dr. Soepomo. Tugas panitia kecil perancang UUD adalah menyempurnakan dan menyusun kembali rancangan UUD yang telah disepakati . Dalam kesempatan itu, dibentuk pula “Panitia Penghalus Bahasa” yang terdiri atas Prof. Dr. Husein Djajadiningrat, Prof. Dr. Soepomo dan H. Agoes Salim

Tanggal 7 agustus 1945, BPUPKI  dibubarkan karena dianggap telah selesai menyelesaikan tugasnya, dan digantikan dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau dalam bahasa Jepangnya, Dokoritzu Djunbi Inkai. PPKI dibentuk atas usulan Jendral Terauchi. Keanggotaannya dilantik pada tanggal 9 Agustus 1945 di Dallat, Vietnam Selatan oleh Jendral Terauchi, dengan Ir. Sukarno sebagai Ketua,  Drs. Moh. Hatta sebagai wakil. Anggota PPKI awalnya berjumlah 21 orang, lalu, bertambah 6 orang sehingga jumlah akhir anggota PPKI sebanyak 27 orang

Dibentuk: 7 agustus 1945 atas usulan Jendral terauchi.

keanggotaan dilantik: 9 Augustus 1945 di Dallat, Vietnam Selatan oleh jendral Terauchi

Ketua: Ir.Sukarno

Wakil: Drs. Moh Hatta

anggota: 21 orang bertambah 6 orang.

Tugas PPKI :

  • mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pemindahan kekuasaan dari jepang ke Indonesia dan menetapkan UUD 1945.

PPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali. Sidang pertama pada tanggal 18 Agustus 1945. Hasilnya adalah sebagai berikut

  • Menetapkan UUD 1945
  • Memilih Ir. Sukarno sebagai presiden dan Mr. Moh Hatta sebagai wakil presiden
  • Untuk sementara tugas presiden dibantu oleh Komite Nasional sebelum terbentuknya MPR

Pada sidang ini, dilakukan pengesahan dasar Negara yang sebelumnya dirumuskan oleh panitia Sembilan. Pengesahan ini dilakukan dengan mencoret/mengganti bunyi sila pertama

“Dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi

“Ketuhanan Yang Maha Esa”

Pada tanggal 19 Agustus 1945, PPKI melaksanakan sidang keduanya yang menghasilkan dua buah keputusan, yaitu :

  1. Menetapkan 12 kementrian dalam lingkungan pemerintahan yaitu, Kementrian Dalam Negeri, Luar Negeri, Kehakiman, Keuangan, Kemakmuran, Kesehatan, Pengajaran, Sosial, Pertahanan, Penerangan, Perhubungan, dan Pekerjaan Umum.
  2. Membagi daerah Republik Indonesia dalam 8 provinsi, yaitu Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan.

Dan pada akhirnya, PPKI mengadakan sidangnya yang ketiga pada tanggal 22 Agustus 1945 dan berhasil mengambil keputusan untuk membentuk Komita Nasional Indonesia Pusat dan Daerah, Partai Nasional Indonesia, serta Badan Keamanan Rakyat.

Tinggalkan komentar